Pages

September 21, 2014

Media Sosial: Pergeseran Nilai Budaya

Kemajuan zaman, perkembangan teknologi, modernitas di segala bidang saat ini sangat mempengaruhi aspek kehidupan manusia, salah satunya media sosial. Media sosial yang ada dan tersedia hampir di setiap genggaman orang nyatanya tidak menjamin terciptanya hubungan sosial yang baik.
Pic: ciputranews.com
Pic: ciputranews.com
Fenomena media sosial saat ini seperti telah beralih fungsi. Mengapa saya katakan beralih fungsi? karena media sosial sudah tidak lagi mengharmoniskan hubungan sosial antar manusia, tidak lagi menghangatkan hubungan sosial satu sama lain, bahkan kita pernah mendengar media sosial malah memperburuk hubungan sosial sekelompok orang.

Untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk hubungan sosial saya dengan orang lain, saya pun mengurangi dan membatasi intensitas saya dalam memanfaatkan/menggunakan media sosial online. Saya sendiri sangat merasakan perbedaan yang signifikan ketika saya menyapa teman saya di media sosial terasa begitu hangat dan akrab, berbeda halnya ketika saya menyapa teman saya secara langsung saat bertemu terasa biasa saja bahkan saat bersalaman dengan orang lain terasa mereka seperti tidak menggenggam tangan saya (alias: tidak niat).
good-to-talk
www.rainmakerfiles.com
salaman
thefmguru.wordpress.com
Banyak pakar motivator menyampaikan hal ini, "kita dapat melihat orang lain antusias dengan kita pada saat kita berbicara dan bersalaman dengan mereka". Melihat dan merasakan pergeseran nilai-nilai sosial dalam masyarakat saat ini saya justru tidak lagi merasakan antusiasme banyak orang ketika saya berbicara dengan beberapa orang, kehangatan ketika saya bersalaman dengan orang lain, bahkan ketika berbicara mereka sibuk melihat gadget mereka. Dimanakah nilai-nilai budaya yang kita kenal selama ini? Apa yang terjadi dengan budaya anak bangsa saat ini sangat dipengaruhi perkembangan teknologi.  
couple ignoring each other while one uses a smartphone
www.theguardian.com
Tetapi ketika kita tidak selektif dalam memanfaatkan teknologi maka kita hanya akan menjadi korban kemajuan teknologi, dan akan terseret oleh arus yang dapat membahayakan diri sendiri.
kid-ignored
http://safe.si
Kita memang tidak dapat menolak/menghalangi perkembangan teknologi saat ini. Kita menyadari banyak bidang aktivitas dan pekerjaan kita yang sangat terbantu oleh adanya media sosial berbasis teknologi. Tetapi kita juga dituntut untuk bijak dalam memanfaatkan media sosial tersebut. Perlu diingat bahwa kita adalah makhluk sosial dimana kita tidak dapat hidup sendiri. Ada baiknya media sosial digunakan untuk bersosialisasi dengan orang yang jauh dengan kita agar terasa dekat, bukan "menjauhkan orang-orang yang dekat dengan kita".

-Angelita-

March 20, 2014

Prof. Yusril for President

Selamat malam..
Jumpa lagi dengan blogger semuanya yang sedang ngetik-ngetik atau searching-searching atau sekedar membaca blog saya.. :)

Beberapa hari lalu saya mengikuti sebuah seminar akademis yang dihadiri banyak tokoh politik dan yang menjadi nara sumbernya adalah beberapa tokoh yang mencalonkan dan dicalonkan menjadi Presiden Republik Indonesia. Saya sangat beruntung menjadi bagian dalam seminar tersebut, dan bersyukurnya lagi salah satu nara sumber dalam seminar tersebut adalah tokoh yang sangat saya kagumi sejak saya pertama kali memasuki bangku kuliah, beliau adalah Bapak Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri di eranya. Mungkin banyak tokoh lain yang juga menginspirasi banyak orang, tapi kekaguman saya kepada Prof. Yusril karena beliau sungguh amat kompeten di bidangnya, dan saya rasa semua yang mengenalnya juga setuju heheh..

Untuk sekedar informasi saya membuat tulisan ini sama sekali tidak terkait dengan pencapresan atau pencarian dukungan beliau sebagai Calon Presiden. Saya menulis ini atas dasar kompetensi beliau yang sangat menginspirasi saya sejak dulu. Dalam seminar tersebut hadir juga 6 tokoh politik yang sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat antara lain Anies Baswedan, Gita Wirjawan, Rizal Ramli dan lainnya. Tapi perhatian saya tidak berpaling dari Prof. Yusril Ihza Mahendra. Maklum, saya sangat mengagumi beliau.

Salah satu kutipan beliau dalam seminar tersebut yang sangat menguatkan kapasitas beliau sebagai pakar hukum yaitu: “Dalam suatu birokrasi atau pemerintahan yang manakah yang anda pilih: Sistem yang kuat atau orang-orang yang baik di dalamnya? Kalau saya pilih sistem yang kuat. Mengapa? Karena sistem yang kuat dapat memaksa orang jahat menjadi baik, tetapi bila sistemnya lemah orang baik dapat dipaksa menjadi jahat”.

Saya sangat setuju dengan kutipan Prof. Yusril di atas. Bukan rahasia lagi bahwa bangsa kita sedang menunggu munculnya pemerintahan dengan sistem yang kuat. Apa yang telah terjadi (terutama permasalahan hukum) di negara ini memang dapat dikatakan sistem pemerintahan negara ini kacau. Saya pun sangat merasakannya. Maka dari itu Prof. Yusril ingin berkontribusi bagi negara ini untuk menegakkan sistem yang lemah di negara ini. Dalam kesempatan tersebut beliau dengan yakin memiliki modal kuat untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin negara, berikut modal yang disampaikan beliau: Ilmu, Pengalaman, Keberanian, dan Integritas. Dan saya lagi-lagi sangat setuju dengan modal beliau menjadi pemimpin. Karena keempat modal tersebut sudah terbukti sebagai kontribusi beliau bagi negara ini. Kalau Prof. Yusril tidak jadi Presiden pun saya tetap yakin beliau akan terus memperjuangkan supremasi hukum dan keadilan bagi bangsa ini.


-Angelita-

November 8, 2013

Media dan SARA

Puji Tuhan malam ini saya dapat menulis blog lagi setelah sekian lama vakum karena kegiatan dan kesibukan. Memiliki blog sendiri rasanya menjadi beban tersendiri karena kita punya tanggung jawab untuk menulis sesuatu yang berguna atau bermanfaat bagi orang lain apalagi beberapa blog memiliki pembaca sendiri yang khusus membaca blog favoritnya. Saya pun merasa memiliki tanggung jawab untuk menulis sesuatu yang bermanfaat bagi orang-orang yang membaca blog saya. Semoga tulisan saya dapat menjadi berkat buat pembaca blog saya dan semoga menginspirasi salah satu dari anda. 


Akhir-akhir ini saya sering mendegar pemberitaan di media elektronik yang memiliki tendensi ke arah suku, agama, dan ras (SARA). Sekali dua kali dan sering kali pemberitaan media begitu mendiskreditkan objek pemberitaan yang mengarah pada propaganda. Saya pribadi sangat menyayangkan hal-hal seperti itu terjadi di era globalisasi dan modernitas di segala bidang saat ini. Kemajuan dan perkembangan zaman yang begitu cepat tidak serta merta memajukan dan membuka cara pandang dan pola pikir masyarakat pada umumnya. Terlebih media sebagai penyampai berita dan informasi tidak seharusnya menyampaikan informasi yang di dalamnya ada unsur propaganda, pencemaran nama baik, pendiskreditan SARA. 

Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia saat ini sangat bergantung pada media terutama media elektronik yang sekarang dikemas dalam sebuah gadget. Yang saya lihat 7 dari 10 orang yang saya temui dalam 1 hari menggunakan gadget untuk keperluan aktivitasnya. Ketika situs berita online sebagai sumber berita menyampaikan berita atau informasi yang tidak netral dan tidak berimbang porsi beritanya maka secara tidak langsung akan memberikan pengaruh negatif kepada setiap orang yang mengakses situs berita tersebut atau orang yang menontonnya dari media televisi. Mengapa saya katakan pengaruh negatif? Karena hal itu akan menciptakan suatu cara pandang yang salah bagi orang banyak. Ketika 1 situs berita online atau 1 siaran berita di televisi ditonton 1 juta orang dalam 1 hari maka diprediksi setengah atau 500.00 orang yang tidak mengetahui faktanya akan dapat percaya begitu saja dengan suatu pemberitaan yang menyimpang, karena mereka pasti percaya bahwa berita itu adalah benar adanya karena sudah disampaikan dalam media elektronik. Dapat dibayangkan jika dalam beberapa hari berturut-turut media elektronik menyampaikan informasi yang mengandung unsur SARA, propaganda, pencemaran nama baik, dan lainnya, betapa banyaknya orang yang dipengaruhi pola pikir dan cara pandangnya akibat pengaruh negatif media. Para pengguna gadget / sosial media pun saat ini harus lebih selektif dalam menerima informasi atau berita. Pembentukan pola pikir dan cara pandang seseorang sangat dipengaruhi dari sikap seseorang dalam menerima apa yang masuk ke dalam dirinya. Jangan sampai di tengah era globalisasi dan modernitas saat ini masyarakat Indonesia masih berpandangan sempit dan termakan informasi bodong.

-Angelita-

September 5, 2013

Perlukah Ospek??

OSPEK!! Ya, itu kata yang sangat paling dibenci oleh para calon mahasiswa atau mahasiswa baru. Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) belakangan ini telah keluar dari esensi dasarnya. Sedikit saya mengutip dari Wikipedia bahwa hakikat Ospek adalah "untuk memperkenalkan kampus kepada mahasiswa baru. Kegiatan ini merupakan kegiatan institusional yang menjadi tanggung jawab Universitas untuk mensosialisasikan kehidupan di Perguruan Tinggi dan proses pembelajaran yang pelaksanaannya melibatkan unsur pimpinan universitas, fakultas, mahasiswa dan unsur-unsur lainnya yang terkait". Tapi nampaknya hakikat itu sudah melenceng jauh pada faktanya saat ini. 


Perlu disadari oleh pihak kampus bahwa sekarang adalah era modernisasi dan globalisasi. Gambar di atas sama sekali tidak menunjukkan hal tersebut, tapi mengingatkan kita pada jaman kolonialisasi. Dimana pada jaman penjajahan semua rakyat dipaksa menurut dan merasa terintimidasi. Gambar di atas menurut saya malah menunjukkan situasi jaman kolonial. Terkesan mahasiswa baru pada gambar di atas adalah mahasiswa tahun 1945. Terlihat pada gambar semua atribut yang dikenakan mahasiswa yang mengikuti Ospek tidak berhubungan dengan orientasi studi. Atribut tersebut hanya dapat mempermalukan diri mereka sendiri.
Hakikat Ospek kedua adalah mensosialisasikan kehidupan di Perguruan Tinggi. Apakah kehidupan di perguruan tinggi sama seperti pada gambar? Sebaiknya pihak kampus/ perguruan tinggi melakukan pendekatan langsung kepada mahasiswa baru dalam hal sosialisasi kehidupan kampus. Banyak cara pendekatan yang dapat dilakukan dan tidak membuang-buang energi dan waktu seperti pada gambar.
Hakikat Ospek ketiga merupakan proses pembelajaran yang pelaksanaannya melibatkan unsur pimpinan universitas, fakultas, mahasiswa dan unsur-unsur lainnya yang terkait. Tujuan pembelajaran haruslah menjadi tema utama dalam kegiatan Ospek. Setiap siswa yang sudah lulus sekolah dan akan masuk perguruan tinggi tujuannya adalah belajar di jenjang yang lebih tinggi. Begitu juga mahasiswa baru yang melaksanakan kegiatan Ospek haruslah melihat bahwa Ospek yang mereka lakukan adalah suatu pembelajaran, bukan suatu penderitaan. Tidak dipungkiri kegiatan Ospek yang melenceng dari tujuannya malah menimbulkan korban yang tidak lain adalah mahasiswa baru yang mengikuti Ospek tersebut. Contoh yang sudah terjadi di negeri ini: karena tekanan yang berlebihan mahasiwa ospek mengalami pingsan, asma kumat, shock berat, kurang tidur/istirahat, perasaan terintimidasi, perlakuan senioritas yang tidak masuk akal, atribut-atribut yang menyusahkan mahasiswa dan tidak berkaitan dengan studi dan kampus. Anehnya kenapa hal-hal tersebut masih dipertahankan ada.

Ada baiknya jika sistem tersebut disesuaikan dengan perkembangan jaman saat ini. Saya berpikir bahwa kegiatan yang dilakukan mahasiswa baru pada gambar diatas tidak dapat menjamin pembentukan karakter yang baik. Mahasiswa adalah siswa yang jenjang pendidikannya di atas siswa bangku sekolah. Demikian juga pola pikir dan intelektualitas mereka harus di atas siswa SMA. Mungkin lebih bermanfaat jika bentuk kegiatan Ospek yang tidak masuk akal diganti, misalnya untuk meningkatkan dan mengukur daya pikir dan intelektualitas mahasiswa baru, mereka dibebankan untuk menulis Essay mengenai semua hal yang berhubungan dengan dunia kampus minimal 10 halaman dalam satu hari. Dari situ para dosen/pengajar dapat mengetahui skala kemampuan/intelektualitas mahasiswa yang akan di-didiknya. Jika dari awal mahasiswa terbiasa menulis essai/karya ilmiah maka mereka tidak akan sulit ketika membuat/menyusun/menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Saat ini pimpinan kampus atau fakultas atau jurusan haruslah lebih peka melihat kebutuhan utama mahasiswanya, agar semua kegiatan yang melibatkan semua unsur dalam satu lembaga pendidikan bermanfaat dan memiliki nilai guna. 


-Angelita- 

August 31, 2013

Renungan "Berkat = Air"

Salam kasih persaudaraan para blogger..

Saya terinspirasi oleh sebuah renungan singkat yang saya dengar di radio beberapa waktu lalu, dan saya mencoba merenungkannya dengan pemahaman cara saya. Saya mencoba membagikannya lewat blog ini dan kiranya dapat menginspirasi blogger lainnya… 
  • Berkat itu sama seperti Air. Mengalir dari atas ke bawah bukan sebaliknya.
  • Sama seperti air, demikian juga berkat datang dari “atas”. Berkat harus kita sadari datangnya dari Tuhan Sang Pencipta. Jikalau manusia merasa memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan itu adalah pemberian Tuhan. Kalau manusia memperolehnya dengan kepintaran, ingatlah hikmat dan pengetahuan datangnya dari Tuhan. Kalau manusia memperolehnya dengan kerja keras, ingatlah Tuhan yang memberi kekuatan untuk manusia dapat bekerja keras. Semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan (red: pemberian Tuhan). Semua yang ada di dunia ini tidak dapat memberikan apapun, menciptakan apapun, atau menghasilkan apapun. Semua yang ada di dunia ini (hidup ataupun mati) datangnya dari “atas”, Tuhan Sang Pencipta.
  • Jika manusia selalu dalam posisi di “bawah” maka berkat yang dari “atas” akan tercurah dan mengalir kepada orang-orang yang ada di bawah. Manusia itu tidak sama dengan Sang Pencipta. Manusia adalah karya / ciptaan Sang Pencipta. Sang pencipta yang selalu berada di “atas” tidak dapat mengalirkan berkatnya ke tempat yang tinggi, Dia hanya mengalirkannya ke bawah atau ke tempat yang lebih rendah. Maka dari itu manusia harus selalu bersikap rendah hati di hadapan Sang Pencipta.
  • Manusia harus menyadari bahwa Sang Pencipta berada dalam posisi paling tinggi. Jika manusia menyadari hal itu maka manusia tidak mau meninggikan dirinya. Manusia yang memiliki sikap rendah hati tidak akan bersikap merendahkan sesamanya, karena ia sadar siapa yang seharusnya ditinggikan. Manusia yang rendah hati akan jauh dari yang namanya tinggi hati, pujian, congkak, dan sombong. Manusia yang sadar dirinya di “bawah” dan selalu meninggikan Tuhan, manusia seperti itu yang akan ditinggikan Sang Pencipta.
  • Jika Sang Pencipta melihat manusia selalu memposisikan dirinya di “bawah” maka berkat yang mengalir kepadanya akan ikut mengalir ke sekitarnya. Manusia yang sadar dirinya pada posisi di “bawah”, ia akan terus mendapat aliran berkat dari Sang Pencipta yang berada di “atas”. Bahkan lebih dari itu, Sang Pencipta akan mengalirkan berkatNya dengan melimpah-limpah hingga aliran berkat itu mengalir dan dirasakan manusia di sekitarnya. Itulah yang dinamakan: Tuhan memberkati manusia untuk menjadi berkat bagi sesamanya.

God Bless You

-Angelita-