Pages

May 31, 2012

Kurikulum Esai Lebih Potensial

Pendidikan adalah basis terpenting untuk anak mulai usia dini, walaupun untuk anak usia dini tidak dipatok pada pendidikan formal / akademis. Membaca artikel dari salah satu website berita online VoAindonesia bertajuk "Sekolah di AS Kembangkan Kurikulum Berbasis Esai Murid" sangat menarik bagi saya pribadi. 

Di tengah era globalisasi dan digitalisasi yang telah merambah ke hampir seluruh negara di belahan dunia, Amerika Serikat (AS) memunculkan suatu wacana baru di bidang pendidikan. Pasti kebanyakan orang menebak wacana tersebut adalah munculnya suatu sistem pendidikan berbasis teknologi canggih dan akurat. Tidak sama sekali, suatu wacana di AS muncul bahwa sekolah mengembangkan kurikulum berbasis Esai. Saya pribadi sangat menyambut baik wacana tersebut. Kemajuan zaman dengan segala aspek hidup manusia telah banyak mempengaruhi pola pembelajaran para murid di sekolah. Adanya berbagai teknologi canggih tidak lagi membangun motivasi para siswa / murid untuk mengembangkan potensi akademis mereka. Kurikulum berbasis Esai sebenarnya ada dalam kurikulum pendidikan di Indonesia (saya masih ingat di penghujung SD dan SMP saya mendapatkannya). Tapi porsi metode Esai tidak sebanding dengan metode listening atau reading. Sederhananya begini, saat di bangku sekolah (pendidikan dasar) murid lebih banyak belajar dengan pola mendengarkan guru dan membaca buku. Perlu diketahui tidak semua guru cakap dalam menerangkan pelajaran bagi semua muridnya. Tidak sedikit juga guru yang membuat bosan para muridnya bahkan jenuh untuk mendengarkan ia mengajar. Apalagi setelah murid mendengarkan guru, mereka harus membaca buku lagi dalam waktu yang lama, itu akan menambah kejenuhan murid. Bisa dibayangkan berapa murid saat itu yang tetap fokus / konsentrasi sampai kelas selesai.

Dengan masuknya kurikulum Esai dalam sistem belajar mengajar di sekolah diharapkan mampu mengeksplor potensi akademis / non akademis siswa. Metode Esai sangat membantu siswa dalam mengembangkan dan menggali pola pikirnya terhadap suatu topik bahasan dengan cara menulis dan mendiskusikannya. Jika para murid dibiasakan menulis sesuatu sejak pendidikan dasar, maka itu akan meningkatkan daya imajinasi, perbendaharaan kata dan kalimat, kemampuannya melihat, memahami, menganalisa dan berpendapat tentang sesuatu yang dituangkan dalam tulisannya. Murid-murid yang seperti itu biasanya tidak akan kehabisan akal dan pertanyaan. Bisa dibandingkan bila seorang murid yang tidak biasa menulis Esai di sekolah saat ujian ia diberikan waktu 1 jam untuk menulis pengalamannya, mungkin ia tidak akan mampu menulis lebih dari 1 halaman, karena ia bingung apa yang harus ia tulis dan itu akan menghabiskan waktunya sia-sia. Berbeda dengan murid yang terbiasa di sekolah menulis Esai saat ujian Esai ia akan mampu menulis beberapa halaman karena kebiasaannya menulis memperkaya kata dan kalimat yang dituangkan dalam tulisannya. Hal itu sedikit banyak akan berdampak saat murid sudah duduk di bangku perguruan tinggi. Mahasiswa yang terbiasa menulis saat menjadi murid sekolah tidak akan kesulitan saat ia menulis tugas akhirnya/skripsi (kalau tesis atau disertasi sudah berbeda orientasinya). Jika diperhatikan dewasa ini banyak mahasiswa yang membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menulis tugas akhirnya karena ia tidak mampu mengembangkan materi yang ada.

Kurikulum Esai ini ada baiknya jika disosialisasikan di Indonesia. Memang tidak mudah mengubah kurikulum yang sudah ada dan sudah berjalan selama ini. Tetapi tidak salah jika sesuatu yang positif diambil apalagi pendidikan anak-anak adalah aset bangsa dan menyangkut masa depan bangsa.


By: Evelyn Angelita Manurung


Sumber Topik:

No comments:

Post a Comment