Pages

October 25, 2012

Kita tidak menderita sendiri...

Tidak mudah bagi kita kalau sedang dilanda persoalan, kesulitan, pergumulan, beban, masalah atau badai hidup lainnya. Apalagi persoalan yang dihadapi lebih dari sekedar berat. Saya mau share sedikit nih yang saya alami dari sepenggal pergumulan yang saya hadapi. Saat ini saya tidak ingin menceritakan beratnya persoalan hidup yang saya alami, karena itu hanya akan mendatangkan simpati yang berlebihan dari orang-orang yang membaca ini. Satu lagi, saya tahu saya bukanlah satu-satunya orang di dunia ini yang memiliki persoalan atau pergumulan hidup, jadi saya tidak mau egois dengan merasa ‘ini tidak adil bagi saya’. Tapi saya mau berbagi kepada teman-teman atau rekan blogger bahwa betapa Tuhan ikut merasakan setiap kesulitan atau kepedihan yang kita alami. Kita tidak dibiarkanNya sendiri meratapi hidup. Itu bukan klise. Selama ini saya berusaha menguatkan iman saya dengan selalu merenungkan kalimat yang digaris bawah. Tepat kemarin malam (ini pengalaman saya) Tuhan menjawab semua pertanyaan saya.

Kemarin malam saya berada pada titik atau situasi yang sangat sulit dan berat. Saya memang sedang menghadapi pergumulan dalam tahap penyelesaian studi saya. Saya mengerti jika di luar sana ribuan pelajar or mahasiswa juga menghadapi persoalan yang sama. Tapi pasti jenis bebannya berbeda-beda dan hambatan yang dialami juga tidak sama. Okey.. saya tidak mau egois dengan bilang ‘tapi beban saya beda, lebih berat, tuntutannya banyak bla bla bla..’ Buat teman-teman yang berbeban berat atau merasakan hal yang sama ingat lah kita tidak sendiri. Apa yang saya alami tadi malam menyadarkan saya bahwa Tuhan bersama dengan saya.

Beberapa minggu terakhir saya merasakan kekalutan pikiran yang menguras energi saya, saya begitu merasakan bahwa jalan buntu sedang menghadang saya. Saya berdoa sesering mungkin, saya butuh solusi dan jalan keluar untuk penyelesaian karya tulis saya. Bukan hanya berdoa, situasi sulit yang saya alami saat itu membuat saya mulai bersungut-sungut, mengeluh kepada Tuhan, bertanya dalam hati ‘kenapa Tuhan ga bantu aku’, ‘kenapa orang lain yang tidak mengenal Tuhan tidak merasakan ini’, ‘ini tidak adil bagi aku, kan aku anak Tuhan’, ‘kenapa aku menderita gini Tuhan..’ dan keluhan lainnya yang membuat saya semakin merasakan kekacauan pikiran dan emosi batin yang tidak terkendali. Kira-kira jam 10 malam saya meletakkan semua literatur, buku yang saya gunakan untuk membuat karya tulis saya. Laptop pun saya matikan karena saya nyaris tidak mampu meneruskan tulisan saya. Saya sempat terdiam dan sadar bahwa saya bernafas dalam kondisi yang tidak normal. Ya, memang saya perlu me-manage pikiran dan emosi saya supaya lebih terkendali. Dalam kondisi pikiran yang sedang kalut saya bergegas untuk tidur, dan berharap dengan istirahat saya tidak memikirkan masalah saya selama jam tidur. Tapi sebelum tidur saya membaca firman Tuhan (saya berusaha melakukannya setiap hari walaupun tidak sempurna) dan kisah anak-anak Tuhan dari renungan rohani yang saya miliki. Saat saya membuka halaman renungan, tanpa disadari tangan saya membuka satu halaman yang bukan halaman biasanya untuk dibaca, karena biasanya saya membaca mengikuti tanggal atau hari berjalan. Saya pun sempat terdiam, kenapa halaman ini yang terbuka. Dan mata saya tertuju pada sebuah kalimat yang ada ditengah-tengah paragraf. Inilah yang saya baca: “Ketika kita menderita, Tuhan pun menderita. Kebenaran ini sering dilupakan. Selama ujian itu, Tuhan menderita juga. Sungguh menyedihkan bagi Tuhan untuk tetap berdiam diri ketika salah satu hambaNya yang terbaik berada dalam tungku penderitaan” (by: Paul G. Caram). Kalimat ini sangat mengiris hati saya. Betapa tidak. Beberapa jam sebelum saya membaca firman Tuhan, saya begitu sangat bersungut-sungut dan mengeluh kepada Tuhan. Saya begitu merasa egois terhadap persoalan yang saya hadapi. Lalu saya diarahkan untuk membaca kisah penderitaan Ayub di dalam kitab Ayub. Dan saya pun kembali terenyuh. Penderitaan dan persoalan yang saya hadapi rupanya tidak dapat dibandingkan dengan penderitaan Ayub dan imannya yang teguh kepada Allah. Saya pun tidak kuasa langsung berdoa kepada Tuhan memohon ampun untuk semua sikap dan perbuatan saya yang tidak berkenan dihadapanNya. Saya mengucap syukur dan seketika saya merasa dikuatkan Tuhan. Rasanya seperti beban saya diambil setengah oleh Tuhan. Dan Tuhan bersama-sama dengan saya menanggung penderitaan saya. Ohh ini sangat tidak adil rasanya.. betapa egoisnya saya. Penderitaan saya yang tak seberapa ini saja Tuhan Yesus ikut menanggungnya, padahal Tuhan Yesus sudah sangat amat menderita disalibkan untuk menanggung dosa manusia. How amazing you Lord.. Dan saya pun tidur dengan beban yang sangat ringan. Tuhan memang tidak pernah tidur, Dia tidak terdiam saat melihat anak-anakNya butuh pertolongan.

Pagi tadi setelah saya bangun dari tidur malam, saya pun berdoa dan membaca firman Tuhan sebagai rasa syukur saya Tuhan memberikan hari yang baru untuk saya jalani. Seolah Tuhan mau menyampaikan pesanNya kepada saya, setelah tadi malam Dia berbicara kepada saya. Saat saya membuka alkitab, tangan saya membalik beberapa halaman dan mata saya tertuju pada ayat ini: “…sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya” (1 Petrus 5:9-10). Saya semakin yakin bahwa Tuhan turut bekerja mengerjakan bagianNya. Janjinya begitu mulia, bukan sekedar ikut menanggung penderitaan, bahkan Dia akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kita. Terima kasih Tuhan, Engkau selalu menunjukkan kebesaranMu ditengah-tengah kelemahanku. Tiada yang sepertiMu.

My Room, 26 September 2012.

Angelita



No comments:

Post a Comment